Selasa, 17 Agustus 2010

wanita-wanita mulia sepanjang masa

.Bismillahirrahman

“Banyak laki-laki yang sanggup mencapai kesempurnaan. Tetapi hanya ada beberapa perempuan yang bisa mencapai hal yang sama, yaitu maryam binti imran,asiyah binti muzahim,khadijah binti khuwalid,aisyah binti abu bakar dan fatimah binti muhammad saw. sesungguhnya mereka adalah wanita yang akan masuk surga pertama kali.

KHADIJAH BINTU KHUWALID

Tak dapat dimungkiri, Khadijah, istri Rasulullah saw, merupakan sosok yang fenomenal. Bukan saja memiliki perilaku yang mulia, Khadijah juga merupakan sosok yang cerdas dengan ketabahan yang luar biasa.

Ia rela mengorbankan seluruh harta dan jiwanya untuk dakhwah Rasulullah. Dengan kematangan, kebijaksanaan, dan integritas dirinya, Khadijah menyokong, membangkitkan tekad, dan mengobarkan semangat dakhwah Rasulullah.

Jika ada wanita yang langsung menerima salam dari Allah, maka Khadijah orangnya. Peristiwa itu terjadi ketika Jibril mendatangi Rasulullah. Allah menjaga diri Khadijah dari segala cela, sehingga penduduk Mekah menjulukinya sebagai 'wanita suci'

Khadijah pun menjadi wanita teristimewa bagi Rasulullah.Rasulullah selalu menyebut-nyebut nama Khadijah dan mengistimewakan teman-teman Khadijah, walau hingga Khadijah wafat. Inilah kisah Khadijah, cinta sejati Rasulullah.

Khadijah adalah secercah bintang di tengah gelap gulitanya zaman jahiliyah, seorang saudagar kaya raya penganut agama Ibrahim as (hanif) yang mendapat gelar “perempuan suci” bahkan dari masyarakat kotor, yang merindu dendam akan datangnya cahya kenabian.

Jauh sebelum berlabuh ke pangkuan Rasul terakhir…..

Ketika itu petunjuk agung datang kepada Khadijah, tampak olehnya cahaya jatuh di kediamannya, menyinari segala sesuatu dan menyilaukan pandangan, ia terbangun dari tidurnya. Ia merasakan mimpi itu begitu nyata memenuhi kehidupannya dan semburatkan cahaya malam. Harap cemas menyergap dirinya.

Seperti kebiasaannya, Khadijah pergi mengadu kepada Waraqah bin Naufal. Ia tampak gelisah, lalu menceritakan secara utuh perihal apa yang disaksikannya. Mendengar cerita Khadijah, wajah Waraqah berseri menampakkan roman kebahagiaan, dan seperti biasa menyampaikan berita gembira,”Ini adalah berita gembira, wahai putri pamanku. Sesungguhnya mimpimu ini merupakan pertanda bahwa Allah akan memuliakanmu dengan sebuah cahaya yang akan masuk ke rumahmu. Dalam pandanganku, itulah “cahaya kenabian”.

Sebuah jiwa padanya himpun segenap cinta, kelembutan seorang ibu, ketulusan seorang kekasih, kehausan seorang pencari kebenaran, komitmen dan konsisten terhadap kebaikan, kecakapan seorang saudagar, kesetiaan dan pengorbanan jiwa dan harta yang terus mengalir….layaklah ia menjadi tambatan hati Panutan Segenap Alam…

AISYAH BINTI ABU BAKAR

Dialah ‘Aisyah binti Abi Bakr ‘Abdillah bin Abi Quhafah ‘Utsman bin ‘Amir bin ‘Amr bin Ka’b bin Sa’d bin Taim bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay al-Qurasyiyyah at-Taimiyyah al-Makkiyyah . Dia seorang wanita yang cantik dan berkulit putih sehingga mendapat sebutan al-Humaira’. Ibunya bernama Ummu Ruman bintu ‘Amir bin ‘Uwaimir bin ‘Abdi Syams bin ‘Attab bin Udzainah al-Kinaniyyah. Dia lahir ketika cahaya Islam telah memancar, sekitar delapan tahun sebelum hijrah. Dihabiskan masa kanak-kanaknya dalam asuhan sang ayah, kekasih Rasulullah , seorang sahabat yang mulia, Abu Bakr ash-Shiddiq .

Belum tuntas masa kanak-kanaknya ketika datang pinangan Rasulullah . Usianya baru menginjak enam tahun saat Rasulullah melaksanakan akad pernikahan dengannya. Wanita mulia yang diperlihatkan oleh Allah kepada Rasulullah dalam wahyu berupa mimpi untuk memberitakan bahwa dia kelak akan menjadi istri beliau.

Dilaluinya hari-hari setelah itu di tengah keluarganya hingga tiba saatnya Rasulullah menjemputnya –tiga tahun kemudian, seusai beliau kembali dari pertempuran Badr – untuk memasuki rumah tangga yang dipenuhi cahaya nubuwwah di Madinah. Tidak satu pun di antara istri-istri beliau yang dinikahi dalam keadaan masih gadis kecuali ‘Aisyah .

Seorang wanita yang mulia, sabar bersama Rasulullah di tengah kefakiran dan rasa lapar, hingga terkadang hari-hari yang panjang berlalu tanpa nyala api untuk memasak makanan apa pun. Yang ada hanyalah kurma dan air.

Seorang istri yang menyenangkan suaminya yang mulia, menggiring kegembiraan ke dalam hatinya, menghilangkan segala kepayahan dalam menjalani kehidupan dakwah untuk menyeru manusia kepada Allah.

Allah memberikan banyak keutamaan baginya, di antaranya dengan meraih kecintaan Rasulullah . Kecintaan yang tak tersamarkan, tatkala Rasulullah menyatakan hal itu dari lisannya yang mulia, hingga para sahabat pun berusaha mendapatkan ridha Rasulullah dalam hal ini. Siapa pun yang ingin memberikan hadiah kepada beliau biasa menangguhkannya hingga tiba saatnya Rasulullah berada di tempat ‘Aisyah. Di sisi lain, ada istri-istri Rasulullah , wanita-wanita mulia yang tak lepas dari tabiat mereka sebagai wanita. Tak urung kecemburuan pun merebak di kalangan mereka sehingga mereka mengutus Ummu Salamah untuk menyampaikan kepada Rasulullah agar mengatakan kepada manusia, siapa pun yang ingin memberikan hadiah, hendaknya memberikannya di mana pun beliau berada saat itu.

Ummu Salamah pun mengungkapkan hal itu saat beliau berada di sisinya, namun beliau tidak menjawab sepatah kata pun. Diulanginya permintaan itu setiap kali Rasulullah datang kepadanya, dan beliau pun tetap tidak memberikan jawaban. Pada kali yang ketiga Ummu Salamah mengatakannya, beliau menjawab, “Janganlah engkau menggangguku dalam permasalahan ‘Aisyah, karena sesungguhnya Allah tidak pernah menurunkan wahyu dalam keadaan diriku di dalam selimut salah seorang pun dari kalian kecuali ‘Aisyah.”

Kemuliaan demi kemuliaan diraihnya dari sisi Allah . Dari banyak peristiwa yang dialaminya, Allah menurunkan ayat-ayat-Nya. Suatu ketika, ‘Aisyah turut dalam perjalanan Rasulullah . Rombongan itu pun singgah di suatu tempat. Tiba-tiba ‘Aisyah merasa kalungnya hilang, sementara kalung itu dipinjamnya dari Asma’, kakaknya.

Rasulullah pun memerintahkan para sahabat yang turut dalam rombongan itu untuk mencarinya. Terus berlangsung pencarian itu hingga masuk waktu shalat. Akan tetapi ternyata tak ada air di tempat itu sehingga para sahabat pun shalat tanpa wudhu’. Tatkala bertemu dengan Rasulullah , mereka mengeluhkan hal ini kepada beliau. Saat itulah Allah menurunkan ayat-Nya tentang tayammum.

Melihat kejadian ini, Usaid bin Hudhair mengatakan kepada ‘Aisyah, “Semoga Allah memberikan balasan kepadamu berupa kebaikan. Demi Allah, tidak pernah sama sekali terjadi sesuatu padamu kecuali Allah jadikan jalan keluar bagimu dari permasalahan itu, dan Allah jadikan barakah di dalamnya bagi seluruh kaum muslimin.”

Satu peristiwa penting tercatat dalam kehidupan ‘Aisyah. Allah menyatakan kesucian dirinya. Berawal dari kepulangan Rasulullah dari pertempuran Bani Musthaliq yang ‘Aisyah turut dalam rombongan itu. Di tengah perjalanan, ketika rombongan tengah beristirahat, ‘Aisyah pergi untuk menunaikan hajatnya. Namun ia kehilangan kalungnya sehingga kembali lagi untuk mencarinya. Berangkatlah rombongan dan ‘Aisyah tertinggal tanpa disadari oleh seorang pun. ‘Aisyah menunggu di tempatnya semula dengan harapan rombongan itu kembali hingga ia tertidur.

Saat itu muncullah Shafwan ibnul Mu’atthal yang tertinggal dari rombongan Rasulullah . Melihat ‘Aisyah, dia pun beristirja dan ‘Aisyah terbangun mendengar ucapannya. Tanpa mengatakan sesuatu pun dia persilakan ‘Aisyah untuk naik kendaraannya dan dituntunnya hingga bertemu dengan rombongan.

Kaum munafikin yang ditokohi oleh ‘Abdullah bin Ubay bin Salul menghembuskan berita bohong tentang ‘Aisyah . Berita itu terus beredar dan mengguncangkan kaum muslimin, termasuk Rasulullah , sedang ‘Aisyah sendiri tidak mendengarnya karena dia langsung jatuh sakit selama sebulan setelah kepulangan itu. Hanya saja ia merasa heran karena tidak menemukan sentuhan kelembutan Rasulullah selama sakitnya sebagaimana biasa bila dia sakit.

Akhirnya berita bohong itu pun sampai kepada ‘Aisyah melalui Ummu Misthah . ‘Aisyah pun menangis sejadi-jadinya dan meminta izin kepada Rasulullah untuk tinggal sementara waktu dengan orang tuanya. Beliau pun mengizinkan.

Sementara itu, wahyu yang memutuskan perkara ini belum juga turun sehingga Rasulullah meminta pendapat ‘Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid dalam urusan ini. Beliau pun menemui ‘Aisyah , mengharap kejelasan dari peristiwa ini.

Di puncak kegalauan itu, dari atas langit Allah menurunkan ayat-ayatnya yang membebaskan ‘Aisyah dari segala tuduhan yang disebarkan oleh orang-orang munafik. ‘Aisyah , wanita mulia yang mendapatkan pembebasan Allah dari atas langit.

Dia melukiskan keadaannya pada waktu itu, “Demi Allah, saat itu aku tahu bahwa diriku terbebas dari segala tuduhan itu dan Allah akan membebaskan aku darinya. Namun, demi Allah, aku tidak pernah menyangka Allah akan menurunkan wahyu yang dibaca dalam permasalahanku, dan aku merasa terlalu rendah untuk dibicarakan Allah di dalam ayat yang dibaca. Aku hanya berharap, Rasulullah akan melihat mimpi yang dengannya Allah membebaskan diriku dari tuduhan itu.” Ayat-ayat itu terus terbaca oleh seluruh kaum muslimin hingga hari kiamat di dalam Surat an-Nuur ayat 11 beserta sembilan ayat berikutnya.

Wanita mulia ini menjalani hari-harinya bersama Rasulullah hingga tiba saatnya beliau kembali ke hadapan Allah. Delapan belas tahun usianya, saat Rasulullah wafat di atas pangkuannya setelah hari-hari terakhir selama sakit beliau memilih untuk dirawat di tempatnya. Beliau pun dikuburkan di kamar ‘Aisyah .

Sepeninggal beliau, ‘Aisyah menyebarkan ilmu yang dia dapatkan dalam rumah tangga nubuwah. Riwayatnya banyak diambil oleh para sahabat yang lain dan tercatat dalam kitab-kitab. Dia menjadi seorang pengajar bagi seluruh kaum muslimin.

Keutamaan dari sisi Allah banyak dimilikinya, hingga Rasulullah menyatakan, “Keutamaan ‘Aisyah atas seluruh wanita bagaikan keutamaan tsarid2 atas seluruh makanan.” Bahkan Jibril menyampaikan salam padanya melalui Rasulullah.

Tiba waktunya ‘Aisyah kembali kepada Rabb-Nya. Wanita mulia ini wafat pada tahun 57 Hijriah dan dikuburkan di pekuburan Baqi’. Ilmunya, kisah hidupnya, keharumannya namanya tak pernah sirna dari goresan tinta para penuntut ilmu. Semoga Allah meridhainya.

ASIYAH BINTI MUZAHIM

Wanita, sosok lemah dan tak berdaya yang terbayangkan. Dengan lemahnya fisik, Allah tidak membebankan tanggung jawab nafkah di pundak wanita, memberi banyak keringanan dalam ibadah dan perkara lainnya. Mereka adalah sosok yang mudah mengeluh dan tidak tahan dengan beban yang menghimpitnya. Dengan kebengkokannya sehingga Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk bersikap lembut dan banyak mewasiatkan agar bersikap baik kepadanya. Oleh karena itu, tidak mengherankan kiranya jika Allah Tabaroka wa Ta’ala dengan segala hikmah-Nya mengamanahkan kaum wanita kepada kaum laki-laki.

Namun, kelemahan itu tak harus melunturkan keteguhan iman. Sebagaimana keteguhan salah seorang putri, istri dari seorang suami yang menjadi musuh Allah Rabb alam semesta. Seorang suami yang angkuh atas kekuasaan yang ada di tangannya, yang dusta lagi kufur kepada Rabbnya. Putri yang akhirnya harus disiksa oleh tangan suaminya sendiri, yang disiksa karena keimanannya kepada Allah Dzat Yang Maha Tinggi. Dialah Asiyah binti Muzahim, istri Fir’aun.

Ketika mengetahui keimanan istrinya kepada Allah, maka murkalah Fir’aun. Dengan keimanan dan keteguhan hati, wanita shalihah tersebut tidak goyah pendiriaannya, meski mendapat ancaman dan siksaan dari suaminya.

Kemudian keluarlah sang suami yang dzalim ini kepada kaumnya dan berkata pada mereka, “Apa yang kalian ketahui tentang Asiyah binti Muzahaim?” Mereka menyanjungnya.Lalu Fir’aun berkata lagi kepada mereka,“Sesungguhnya dia menyembah Tuhan selainku.” Berkatalah mereka kepadanya,“Bunuhlah dia!”

Alangkah beratnya ujian wanita ini, disiksa oleh suaminya sendiri.

Dimulailah siksaan itu, Fir’aun pun memerintahkan para algojonya untuk memasang tonggak. Diikatlah kedua tangan dan kaki Asiyah pada tonggak tersebut, kemudian dibawanya wanita tersebut di bawah sengatan terik matahari. Belum cukup sampai disitu siksaan yang ditimpakan suaminya. Kedua tangan dan kaki Asiyah dipaku dan di atas punggungnya diletakkan batu yang besar. Subhanallah…saudariku, mampukah kita menghadapi siksaan semacam itu? Siksaan yang lebih layak ditimpakan kepada seorang laki-laki yang lebih kuat secara fisik dan bukan ditimpakan atas diri wanita yang bertubuh lemah tak berdaya. Siksaan yang apabila ditimpakan atas wanita sekarang, mugkin akan lebih memilih menyerah daripada mengalami siksaan semacam itu.

Namun, akankah siksaan itu menggeser keteguhan hati Asiyah walau sekejap? Sungguh siksaan itu tak sedikitpun mampu menggeser keimanan wanita mulia itu. Akan tetapi, siksaan-siksaan itu justru semakin menguatkan keimanannya.

Iman yang berangkat dari hati yang tulus, apapun yang menimpanya tidak sebanding dengan harapan atas apa yang dijanjikan di sisi Allah Tabaroka wa Ta’ala. Maka Allah pun tidak menyia-nyiakan keteguhan iman wanita ini. Ketika Fir’aun dan algojonya meninggalkan Asiyah, para malaikat pun datang menaunginya.

Di tengah beratnya siksaan yang menimpanya, wanita mulia ini senantiasa berdo’a memohon untuk dibuatkan rumah di surga. Allah mengabulkan doa Asiyah, maka disingkaplah hijab dan ia melihat rumahnya yang dibangun di dalam surga. Diabadikanlah doa wanita mulia ini di dalam al-Qur’an,

“Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkan aku dari kaum yang dzalim.” (Qs. At-Tahrim:11)

Ketika melihat rumahnya di surga dibangun, maka berbahagialah wanita mulia ini. Semakin hari semakin kuat kerinduan hatinya untuk memasukinya. Ia tak peduli lagi dengan siksaan Fir’aun dan algojonya. Ia malah tersenyum gembira yang membuat Fir’aun bingung dan terheran-heran. Bagaimana mungkin orang yang disiksa akan tetapi malah tertawa riang? Sungguh terasa aneh semua itu baginya. Jika seandainya apa yang dilihat wanita ini ditampakkan juga padanya, maka kekuasaan dan kerajaannya tidak ada apa-apanya.

Maka tibalah saat-saat terakhir di dunia. Allah mencabut jiwa suci wanita shalihah ini dan menaikkannya menuju rahmat dan keridhaan-Nya. Berakhir sudah penderitaan dan siksaan dunia, siksaan dari suami yang tak berperikemanusiaan.

MARYAM BINTI IMRAN

Allah memberi gambaran ketauladanan seorang muslimah seharusnya, seperti apa melalui kisah Maryam. Melalui kisah Maryam, seorang akhwat akan belajar:
Bagaimana menjaga kesucian diri melalui iffah yang TEPAT.
Bagaimana menjadi muslimah tangguh.
Bagaimana menjadi muslimah yang ta’at.
Bagaimana seorang muslimah memiliki ketsiqahan kepada Allah atas setiap masalah yang dihadapi.

Maryam binti Imran merupakan salah seorang wanita terbaik yang pernah diciptakan oleh Allah SWT. Dia adalah keturunan keluarga Imran, salah satu keluarga terbaik yang pernah ada dalam sejarah kehidupan manusia.

Penghargaan tertinggi yang diberikan oleh Allah adalah ketika nama Maryam diabadikan dalam salah satu surat Alquran. Kisahnya pun banyak kita temui dalam ayat-ayat Alquran. Bahkan, Rasulullah SAW pernah menyebutkan Maryam dalam golongan Muslimah terbaik yang masuk surga.

Maryam sejak kecil memiliki kedekatan kepada Allah SWT. Membiasakan dirinya dengan banyak beribadah. Munajat dan doa tidak pernah ia lupakan. Ketakwaannya juga begitu sempurna. Dia pun biasa puasa sehari dan berbuka dua hari. Tak heran mukjizat diberikan berupa makanan yang berasal langsung dari sisi Allah.

Hal tersebut dikisahkan dalam Alquran: ''Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakaria berkata, 'Wahai Maryam, dari mana kau memperoleh (makanan) ini?'

Maryam menjawab, 'Makanan itu dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab'.'' (QS. Ali 'Imran: 37).
Kelebihan lain Maryam adalah sifat-sifat keibuannya yang dapat diteladani.

Ketika dia mengetahui hamil tanpa seorang laki-laki, ia mengasingkan diri. Hal ini dilakukannya demi keselamatan bayinya. Ia pun seorang beriman yang malu, karena hamil padahal dia belum menikah. Dia masih memiliki perasaan yang peka. Katanya, ''Aduhai alangkah baiknya aku mati sebelum ini dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan.'' (QS. Maryam: 23).

Seorang wanita hamil sendirian dinilai tidak akan mampu menggoyangkan pohon kurma hingga menjatuhkan buahnya. Akan tetapi, Maryam melakukannya sebagai tugas seorang ibu. Allah pun berkenan pada usahanya sehingga dia dan calon bayinya dapat menikmati buah kurma tersebut. Sebagaimana kita ketahui bersama, dari rahimnya lahirlah Nabi Isa yang mulia.

Ali bin Husein, cicit Nabi Muhammad SAW, pernah menuturkan, ''Hak ibumu adalah bahwa kamu mengetahui dia mengandungmu saat tidak ada orang yang mau mengandung. Siapa pun, dia memberikan kepadamu sesuatu yang tidak akan diberikan orang lain, yaitu buah dari hatinya. Dan dia melindungimu dengan segala dayanya. Dia tidak peduli dirinya kelaparan selama kamu bisa makan.

Tidak peduli dirinya kehausan selama kamu bisa minum. Tidak peduli dirinya telanjang selama kamu masih berpakaian, tidak peduli dirinya terbakar terik matahari selama kamu bisa berlindung. Dia berjaga tanpa tidur demi dirimu, dia melindungi dari panas dan dingin agar kamu menjadi miliknya.''

FATIMAH BINTI MUHAMMAD SAW

Suatu hari Rasulullah saaw. datang menemui Fathimah as. Ketika itu sang putri mengenakan pakaian dari bulu unta, tangannya sibuk menggiling gandum sementara ia pun menggendong putranya. Air mata sang ayah pun tidak bisa terbendung melihat keadaan putri tercintanya. Rasulullah saaw. berkata lirih : Wahai putriku engkau telah menanggung pahitnya dunia demi manisnya akherat. Sang putripun sambil tersenyum (agung) berkata : wahai utusan Allah, alhamdulillah atas segala kenikmatan Allah dan aku bersyukur atas segala kebaikanNya. Karena Dia telah berfirman: “ Dan TuhanMu pasti akan memberikannya kepadamu dan kamupun akan ridha”

Fathimah as. adalah putri yang sangat di sayangi nabi. Wajah serta sifatnya mirip dengan sang ayah. Ia mendapat bimbingan langsung dari ayah penghulu para nabi yang menjadikanya tumbuh menjadi seorang wanita sempurna. Selain parasnya yang cantik Ia juga memiliki kepribadian yang agung. Akhlak yang mulia, berbudi tinggi, santun dalam bertutur kata, sopan, jujur, penyabar, pandai mejaga diri dan taat beribadah. Walau Fathimah as. adalah putri seorang nabi, ia tidak pernah memanfaatkan kedudukan ayahnya. Ia wanita sederhana, rajin dan sangat berbakti kepada ayahnya. Sepeninggal isrtinya Khadijah, dalam waktu cukup panjang Nabi larut dalam kesedihan. Akan tetapi Fathimah as. mampu mengisi kekosongan sang ibu. Ia bak seorang ibu, mencurahkan semua perhatiannya kepada sang ayah. Ia dengan sabar dan telaten merawat sang ayah, membersihkan tubuh nabi dari kotoran yang dilemparkan musuh-musuh islam, ia pun selalu merawat luka sang ayah, membasuh darah dari luka akibat perang serta menghibur tatkala sang ayah sedih.Fathimah as. adalah satu-satunya putri Nabi saw. Dan kautsar ( pemberian yang besar ) abadi yang di anugrahkan Tuhan ( surat al-kautsar ).

Dalam umurnya yang tidak panjnag ( 18 tahun ) ia mampu meraih kesempurnaan iman, kedudukan maknawi dan kepribadian yang unggul. Ia memiliki banyak laqob seperti azzahra (cahayanya yang dhahir dan yang bathin), albatul (tidak mengalami haid), , assiddiqah (ma’shum), arraadhiah wa almardhiah (ridha kepada Allah dan diridhai oleh-Nya), almubaarakah (memiliki keberkahan dalam ilmu, kesempurnaan, mu’jizaat dan anak-anaknya), azzaakiah (kelebihannya dalam kesempurnaan dan kebaikan), althaahirah (bersih dari segala kekurangan), al’aabidah (hamba yang taat), almuhaddatsah (berbicara dengan malaikat), kautsar ( pemberian yang besar ) ( Abu Ja’far Al-Thabari Al-Imammi, Dalalil Al-Imamah hal. 10 )dan lain-lain. Setiap julukan yang dimilikinya menunjukan keutamaan serta jelmaan dari kepribadian tinggi yang tiada tara. Karena ketinggian kedudukan yang dimilikinya, kecintaan dan kebenciannya adalah kecintaan serta kebencian Allah swt., ia memiliki kedudukan syafaat di akherat, ia adalah orang pertama yang akan masuk surga dan surga pun merindukan kehadirannya.

Ketika umur Fathimah as. sudah menginjak dewasa, banyak di kalangan para sahabat yang mencoba untuk menyuntingnya, akan tetapi hanya Ali as. yang beruntung. Rasulullah saw. Menyetujui pasangan ini, upacara pernikahan pun diselenggarakan dengan sederhana namum penuh khidmat. Lain halnya dengan apa yang terjadi di langit keempat. Upacara pernikahan kedua kekasih Allah ini diselenggarakan dengan penuh kemeriahan. Perayaan yang dihadiri oleh para malaikat dengan khutbah yang disampaikan oleh malaikat Rabil, malaikat yang memiliki kefasihan dan keindahan dalam tutur kata. Acarapun di akhiri dengan sambutan malaikat Jibril as. yang membawakan firman Tuhannya : “Alhamdu adalah pujian-Ku, keagungan adalah kebesaran-Ku, segala maklhluk adalah hamba-Ku, Aku nikahkan Fathimah hamba-Ku dengan Ali pilihan-ku, saksikanlah wahai para malaikat” . Sementara di bumi Rasulullah saw. bersabda: “Sungguh aku adalah manusia seperti kalian, menikah di tengah kalian dan menikhakan kalian, kecuali Fathimah yang pernikahannya turun ( diselenggarakan ) di langit.

Mereka pun hidup bahagia. Di mata Ali as. Fathimah as. adalah sosok istri yang ideal dan sempurna. Mereka menjalani bahtera rumah tangga selama sembilan tahun dan berbuahkan dua orang putra ( Hasan dan Husein ) serta dua putri ( Zainab dan Ummu Kultsum ). Dan seorang putra yang belum sempat terlahir, bernama Muhsin yang meninggal dalam rahim sang ibu.

Keluarga yang indah yang dihiasi oleh cinta dan diikat oleh ketulusan. Fathimah as. selalu setia kepada sang suami baik dalam suka maupun duka. ia tidak pernah menuntut banyak dari Ali as. kehidupan yang sederhana tidak membuat kecintaan diantara mereka menjadi pudar. Keindahan itupun semakin sempurna dengan datangnya putra putri yang shaleh, putra putri buah hati yang lahir dari pasangan suci.

Fathimah as. selalu menemani Ali as. dan siap siaga membantu serta berkhidmat kepada suami tercinta. Di mata Fathimah as. keadaan terdekat seorang istri dengan Tuhan adalah ketika ia berkhidmat kepada suaminya. Dalam salah satu ucapannya Fathimah as. berkata : “keadaan terdekat seorang istri dengan Allah Ta’ala adalah ketika ia memberikan secangkir air kepada suaminya”. Ia menjalankan semua tugas-tugas rumah tangganya dengan rulus dan ikhlas.

Selain itu fathimah as. adalah seorang hamba yang paling taat kepada Allah swt. Seperti yang di nukil oleh Hasan Bashri, ia berkata : “Tidak ada di dunia ini yang paling banyak ibadahnya selian Fathimah as. ia melakukan shalat hingga telapak kakinya membengkak” (Al-Bihar jilid 43 hal. 76 ). Ia juga seorang wanita yang peduli terhadap keadaan ummat. Ia tempil ke muka ketika ia menyaksikan penyimpangan social yang terjadi dikalangan masyarakat. Seperti apa yang terjadi sepeninggal ayahnya, dimana para sahabat sibuk memperbutkan kedudukan dan kepemimpinan sehingga melupakan wasiat-wasiat Nabi saw. Fathimah as. pun bangkit dan pergi menuju masjid, dihadapan kaum muhajirin dan anshar ia menyampaikan khutbahnya dengan tegas yang terkenal dengan ‘khutbah Fadakiah’.

Sepeninggal ayahnya Fathimah as. mengalami penderitaan dan musibah, gangguan fisik dan ruh membuatnya mengalami sakit yang berkepanjangan. Masa-masa pahit ini Ia jalani selama 75 hari. Wanita agung ini mengalami sakit dan lama-kelamaan badannya semakin lemah dan akhirnya pada tanggal 13 jumadil ula ( 3 jumadil ats-stani tahun ke-3 hijriah pada umur 18 tahun Ia pun meninggalkan dunia fana ini.) sesuai wasiat yang Ia sampaikan, Ia dikuburkan pada malam hari dan secara rahasia. Sehingga tidak ada satu pun yang mengetahui dimana tempat kuburannya.

Ketika Fathimah as. sakit parah , Fathimah as. mengundang Ummu Aiman dan Asma binti Umais. Mereka pun masuk ke ruangan sementara Ali as. sedang duduk disampingnya. Fathimah as. berseru kepada Ali as : Wahai anak pamanku sesungguhnya hidupku sudah menemui akhir, Aku tidak ragu lagi bahwa sebentar lagi Aku akan segera menyusul ayahku, ada yang hendak aku wasiatkan kepdamu tentang apa yang ada didalam hatiku. Ali as pun berkata : Sampaikanlah apa yang engkau kehendaki Wahai putri Rasulullah saww. Ali as pun duduk dekat kepala Fathimah as. lalu Fathimah as. berkata: Wahai putra pamanku aku tidak pernah mengingkari janjiku padamu, tidak pernah berkhianat kepadamu, dan tidak pernah menentangmu selama aku hidup bersamamu. Ali as pun lantas berkata : A’udzubillah! Engkau orang yang paling mengetahui Allah swt, paling baik, paling bertaqwa, paling takut kepada Allah swt, mustahil engkau untuk berbuat itu. Sungguh aku sangat sedih karena perpisahan dan kehilangan dirimu, akan tetapi hal itu merupakan ketentuan Allah swt. Dan Allah swt pun melipat gandakan kesidihanku setelah kehilangan Rasulullah saww dan kini akupun harus kehilangan dirimu. Sesungguhnya semua dari Allah swt dan akan kembali kepadaNya. Sungguh ini adalah musibah yang paling besar yang pernah aku alami.

Yang hadir pun tidak kuasa menahan tangis melihat keadaan seperti itu. Ali as meletakkan kepala Fathimah didadanya seraya berkata: sampaikanlah apa yang ingin engkau wasiatkan maka aku siap melakukan semua yang engkau perintahkan kepadaku. Fathimah as pun berkata : semoga Allah swt memberimu balasan yang besar Wahai anak pamanku aku berwasiat kepadamu setelahku hendaklah kamu menikah dengan saudariku, karena dia dimata ayahku seperti putrinya sendiri. Dan seorang laki-laki hendaklah ia memiliki seorang istri. Lalu Fathimah berwasiat agar penguburannya dirahasiakan, hal itu karena perlakuan ummat ayahnya terhadapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar